Morfem, morf, alomorf dan kata
- Morfem, Morf, Alomorf, dan Kata
A. Definisi Morfologi.
Pengertian morfologi menurut verhaar (1996:97),menyatakan bahwa morfologi adalah cabang linguistic yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Pengertian morfologi menurut Samsuri (1988:15),mendefinisikan morfologi sebagai cabang linguistic yang mempelajari struktur dan bentuk kata.
Singkatnya atau lebih jelasnya Morfologi merupakan bidang teori linguistic yang membahas tentang seluk beluk sebuah kata. Yang menjadi pembahasan satuan terbesar dari Morfologi yaitu kata sedangkan pembahasan satuan terkecil dari Morfologi yaitu morfem. Ada beberapa penganut Morfologi tradisonal menganggap Morfologi merupakan bugan bagian dari linguistic atau berdiri sendiri, Sedangkan yang menganut Pendapat Modern, Morfologi menjadi salah satu bagian dari Linguistik. Objek kajian Morfologi sendiri meliputi Kata dan Morfem,lalu ada proses pembentukan kata yang meliputi :
1. Bentuk dasar : merupakan sebuah kata yang berupa akar (dasar) seperti makan,lihat,dan tulis.
2. Alat pembentukan kata : alat pembentuk kata ialah afiks, konversi, reduplikasi, komposisi, akronimisasi.
3. Makna Gramatikal : makna gramatikal baru “muncul” dalam suatu proses gramatika, baik proses morfologi maupun proses sintaksis.
Manfaat Analisis morfologis terhadap bahasa Indonesia dan Nusantara akan memberikan manfaat baik bagi ilmu pengetahuan maupun pembangunan . Bagi ilmu pengetahuan khususnya linguistic,analisis ini akan memberikan sumbangan yang besar kepada linguistic Indonesia dan nusantara,baik teoritis dan terapan.Bagi pembangunan keadaan Bhineka Tunggal Ika dalam bidang bahasa, khususnya morfologis, dapat diungkapkan.selain itu hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk pengajaran kebahasaan baik pengajaran morfologi, perbandingan bahasa, maupun pengajaran kemahiran bahasa Indonesia.
B. Perbedaan Morfem, Morf, Alomorf, dan Kata.
Satuan bahasa merupakan komposit antara bentuk dan makna. Oleh karena itu, untuk menetapkan sebuah bentuk adalah morfem atau bukan berdasarkan kriteria bentuk makna itu. Hal-hal berikut dapat dipedomani untuk menentukan morfem dan bukan morfem.
Morfem sebenarnya merupakan barang abstrak karena ada dalam konsep. Sedangkan yang konkret, yang ada dalam perturutan adalah alomorf, yang tidak lain dari relisasi dari morfem itu. Jadi, sebagai relisasi dari morfem itu , alomorf ini bersifat nyata/ada. Umpamanya morfem {kuda} direlisasikan dalam bentuk unsure leksikal kuda , dan morfem {-kan}direlisasikan} dalam bentuk sufiks –kan seperti terdapat pada meluruskan atau membacakan. Menurut Falah Zainal, S.Hud. (1996).
Morf adalah satuan gramatikal terkecil yang belum diketahui statusnya dalam hubungan keanggotaan terhadap suatu morfem atau morf tidak memiliki makna. Morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna.Morfem tidak bisa dibagi kedalam bentuk bahasa yang lebih kecil lagi. Menurut Falah Zainal, S.Hud. (1996).
Dalam kajian morfologi biasanya dibedakan adanya beberapa morfem berdasarkan kriteria tertentu, seperti criteria kebebasan, keutuhan, makna, dan sebagainya. Berikut ini akan dibicarakan jenis-jenis morfem : Berdasarkan kebebasan untuk dapat digunakan langsung dalam pertuturan dibedakan morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas adalah morfem yang tanpa keterkaitannya dengan morfem lain dapat langsung digunakan dalam pertuturan. Sedangkan morfem terikat adalah morfem yang terlebih dahulu bergabung dengan morfem lain untuk dapat digunakan dalam pertuturan. Dalam hal ini semua afiks dalam bahasa Indonesia termasuk morfem terikat. Sudah disebutkan dalam hal ini morfem afiks adalah morfem yang tidak dapat menjadi dasar dalam pembentukan kata, tetapi hanya menjadi unsure pembentuk dalam proses afiksasi, sedangkan dalam bahasa Indonesia dibedakan adanya morfem afiks yaitu prefiks, infiks, sufiks, konfiks.
Morfem sebenarnya merupakan barang abstrak karena ada dalam konsep. Sedangkan yang konkret, yang ada dalam pertuturan adalah alomorf yang tidak lain dari relisasi morfem itu.Jadi,sebagai relisasi dari morfem itu, alomorf ini bersifat nyata/ada.Umpamanya morfem {kuda} direlisasikan dalam bentuk unsur leksikal kuda,dan morfem {-kan} direlisasikan dalam bentuk sufiks –kan seperti terdapat pada meluruskan atau membacakan.
Morfem dasar,bentuk dasar (base),pangkal (stem),akar,dan leksem adalah lima istilah yang lazim digunakan dalam kagian morfologi,namun seringkali digunakan secara kurang cermat,malah sering kali berbeda.Oleh karena itu sejalan dengan usaha Lyons (1977:513) dan Mathews (1972:165 dan 1974:40,70) ada baiknya istilah-istilah tersebut kita bicarakan dahulu sebelum pembicaraan mengenai proses-proses morfologi.
Istilah morfem dasar biasanya digunakan sebagai dikotomi dengan morfem afiks. Jadi, bentuk-bentuk seperti {beli}, {juang}, dan {kucing} adalah morfem dasar. Morfem ini ada yang termasuk morfem dasar seperti {beli}, {kucing}, dan {pulang} tetapi ada pula morfem yang terikat, seperti {juang}, {henti}, dan {tempur}. Sedangkan morfem afiks seperti {ber-}, {di-}, dan {-an} jelas semua termasuk morfem terikat. Sebuah morfem dasar dapat menjadi bentuk dasar (base) dalam suatu proses morfologi. Artinya, dapat diberi afiks tertentu dalam proses afiksasi, dapat diulang dalam proses reduplikasi, atau dapat digabung dengan morfem yang lain dalam suatu proses komposisi atau pemajemukan.
KLASIFIKASI MORFEM
Apabila ditinjau dari segi bentuknya dapat dibedakan menjadi:
Morfem Bebas
Morfem bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai arti tanpa harus dihubungkan dengan morfem lain. Semua kata dasar tergolong sebagai morfem bebas. Misalnya buku, pensil, meja, rumah dan sebagainya. Contoh-contoh di atas dikatakan morfem karena merupakan bentuk terkecil yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai arti. Apabila bentuk itu kita pecah lagi, sehingga menjadi bu- ku, me- ja, pen- sil, ru- mah, dan seterusnya, maka bentuk bu- dan bentuk ku tidak mempunyai arti. Dengan demikian bentuk buku, meja, pensil dan rumah tidak dapat dipecah lagi. Bentuk yang demikian itilah yang disebut morfem bebas.
Morfem Terikat
Morfem terikat adalah morfem yang tidak dapat berdiri sendiri dan tidak mempunyai arti. Makna morfem terikat baru jelas setelah morfem itu dihubungkan dengan morfem yang lain. Semua imbuhan (awalan, sisipan, akhiran, serta kombinasi awalan dan akhiran) tergolong sebagai morfem terikat. Selain itu, unsur-unsur kecil seperti partikel –ku, -lah, -kah, dan bentuk lain yang tidak dapat berdiri sendiri, juga tergolong sebagai morfem terikat.
Morfem terikat apabila ditinjau dari segi tempat melekatnya dapat dibedakan menjadi:
Prefiks (awalan) : me-, ber-, ter-, di-, ke-, pe-, per-, se-
Infiks (sisipan) : -em, -el, er-
Sufiks (akhiran) : -an, -i, -kan, -nya, -man, -wati, -wan, -nda
Konfiks (gabungan) : ke+an, pe+an, per+an, me+kan, di+kan,
me+per+kan, di+per+kan, me+per+i,
di+per+i, ber+kan, ber+an.
Morfem terikat apabila ditinjau dari asal usulnya, maka dapat dibedakan menjadi:
Morfem terikat asli bahasa Indonesia ; lihat contoh-contoh di atas.
Morfem terikat dari bahasa asing, misalnya ;
o Bahasa Jawa : tuna, tata, daya, wawan, pramu, sarwa.
o Bahasa Sansekerta : pra, swa, maha, pri, wan, man, wati
o Bahasa Barat : is, istis, isme, isasi, if, or, om, us, re, de,
di, en, ab, in, eks, mon.
o Bahasa Arab : i, wi, ani, ni, iah, at, mun, mat.
Bagaimana dengan kata ? apakah yang mendasari perbedaannya dengan morfem ? apabila kita lisankan kalimat itu terdiri atas satuan-satuan ujar yang dengan satuan-satuan artinya, yaitu :
# kemarin / ardi / meminjam / buku / saya #
Kelima satuan itu mempunyai hubungan “renggang” antar satuan. Dikatakan demikian sebab antara satuan-satuan itu memungkinkan disisipi oleh satuan ujaran lain sehingga kalimat itu bisa menjadi :
(la) kemarin pagi ardi telah meminjam dengan tergesa-gesa buku baru saya.
Hal ini tidak selalu terjadi pada morfem sebab ada beberapa morfem yang demikian eratnya sehingga diantaranya tidak dapat disisipi oleh satuan ujaran lain. Misalnya, satuan ujaran meminjam terdiri atas dua morfem: {meN-}dan {pinjam}. Di antara keduanya tidak dapat disisipi oleh satuan ujaran apapun. Kalau ditambahkan, haruslah sebelum {meN-} atau sesudah {pinjam}. Selain kerenggangan itu dapat ditandai dengan kemungkinan penyisipan unsure lain, kerenggangan hubungan itu dapat juga dibuktikan dengan dapatnya satuan-satuan ujaran itu dipindahkan atau digantikan walaupun semunya tidak bersifat demikian. Kondisi yang semacam itu tidak selalu dimiliki morfem, dengan demikian dapatlah dipahami bahwa kata memang berbeda dengan morfem sebab kata adalah satuan ujaran bebas terkecil yang bermakna.
1. Hakikat Kata
Menurut para tata bahasawan tradisional, kata adalah satuan bahasa yang memiliki satu pengertian; atau kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua buah spasi, dan mempunyai satu arti. Para tata bahasawan struktural, terutama penganut aliran Bloomfield, tidak lagi membicarakan kata sebagai satuan lingual; dan menggantinya dengan satuan yang disebut morfem. Tidak dibicarakannya hakikat kata secara khusus oleh kelompok Bloomfield karena dalam analisis bahasa, mereka melihat hierarki bahasa sebagai: fonem, morfem, dan kalimat.
2. Klasifikasi Kata
Para tata bahasawan tradisional menggunakan kriteria makna dan kriteria fungsi dalam mengklasifikasikan kata. Kriteria makna digunakan untuk mengidentifikasikan kelas verba, nomina, dan ajektifa; sedangkan kriteria fungsi digunakan untuk mengidentifikasikan preposisi, konjungsi, asverbia, pronomina, dan lain-lainnya. Yang disebut verba adalah kata yang menyatakan tindakan atau perbuatan; yang disebut nomina adalah kata yang menyatakan benda atau yang dibendakan; konjungsi adalah kata yang berfungsi untuk menghubungkan kata dengan kata.
Para tata bahasawan strukturalis membuat klasifikasi kata berdasarkan distribusi kata itu dalam suatu struktur atau konstruksi. Misalnya, yang disebut nomina adalah kata yang dapat berdistribusi di belakang kata bukan; verba adalah kata yang dapat berdistribusi di belakang kata tidak; sedangkan ajektifa adalah kata yang dapat berdistribusi di belakang kata sangat.
3. Pembentukan Kata
Untuk dapat digunakan dalam suatu kalimat, maka setiap bentuk dasar, terutama dalam bahasa fleksi dan aglutunasi, harus dibentuk lebih dahulu menjadi sebuah kata gramatikal melalui proses afiksasi, reduplikasi, maupun komposisi.
a. Inflektif
Kata-kata dalam bahasa berfleksi, seperti bahasa Arab, bahasa Latin, dan bahasa Sansekerta, untuk dapat digunakan di dalam kalimat harus disesuaikan dulu bentuknya dengan kategori-kategori gramatikal yang berlaku dalam bahasa itu. perubahan atau penyesuaian bentuk pada verba disebut konyugasi, dan perubahan atau penyesuaian pada nomina dan ajektifa disebut deklinasi.
b. Deviratif
Pembentukan kata secara inflektif tidak membentuk kata baru atau kata lain yang berbeda identitasnya dengan bentuk dasarnya; sedangkan pembentukan kata secara deviratif membentuk kata baru atau kata yang bentuk leksikalnya tidak sama dengan bentuk dasarnya. Misalnya, dari kata Inggris sing ’menyanyi’ terbentuk kata singer ’penyanyi’. Antara sing dan singer berbeda identitas leksikalnya, sebab selain maknanya berbeda, kelasnya juga berbeda; sing berkelas verba sedangkan singer berkelas nomina.
3. Proses Morfemis
Berikut ini akan dibicarakan proses-proses morfemis yang berkenaan dengan afiksasi, reduplikasi, komposisi, konversi, dan modifikasi intern.
a. Afiksasi
Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah bentuk dasar. Dalam proses ini terlibat unsur-unsur (1) bentuk dasar, (2) afiks, dan (3) makna gramatikal yang dihasilkan. Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat, yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata.
Dilihat dari posisi melekatnya pada bentuk dasar dibedakan adanya prefiks, infiks, konfiks, interfiks, dan transfiks.
· Prefiks : afiks yang diimbuhkan di muka bentuk dasar : me- pada kata menghibur
· Infiks : afiks yang diimbuhkan di tengah bentuk dasar : -el- pada kata telunjuk
· Sufiks : afiks yang diimbuhkan di belakang bentuk dasar : -an pada kata bagian
· Konfiks : afiks yang berupa morfem terbagi yang berposisi di muka dan belakang bentuk dasar : ke-/-an pada kata keterangan
· Interfiks sejenis infiks atau elemen penyambung yang muncul dalam proses penggabungan dua unsur : Stern (unsur 1) + Banner (unsur 2) → Stern.en.banner (bahasa Indo German)
· Transfiks : sfiks yang berwujud vokal yang diimbuhkan pada keseluruhan dasar : k-t-b ’tulis’ (dasar dalam bahasa Arab) : kitab ’buku’, maktaba ’toko buku’
b. Reduplikasi
Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar. Dibedakan adanya reduplikasi penuh, seperti meja-meja, reduplikasi sebagian, seperti lelaki, dan reduplikasi dengan perubahan bunyi, seperti bolak-balik. Proses reduplikasi dapat bersifat paradigmatis (infleksional dan dapat pula bersifat devirasional. Reduplikasi yang infleksional tidak mengubah identitas leksikal, melainkan hanya memberi makna gramatikal. Misalnya, meja-meja berarti ’banyak meja’. Yang bersifat devirasioanal membentuk kata baru. Misalnya, kata laba-laba dan pura-pura.
c. Komposisi
Komposisi adalah proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda. Misalnya, lalu lintas, daya juang, dan rumah sakit. Produktifnya proses komposisi dalam bahasa Indonesia menimbulkan berbagai masalah, antara lain masalah kata majemuk, aneksi, dan frase.
Kata majemuk adalah kata yang memiliki makna baru yang tidak merupakan gabungan dari makna unsur-unsurnya. Misalnya, kumis kucing ’sejenis tumbuhan’, mata sapi ’telur yang digoreng tanpa dihancurkan’, dan mata hati.
d. Konversi, Modifikasi Internal, dan Suplesi
Konversi, sering juga disebut devirasi zero, transmutasi, dan transposisi, adalah proses pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata lain tanpa perubahan unsur segmental. Misalnya, kata cangkul dalam kalimat Ayah membeli cangkul baru adalah nomina; sedangkan dalam kalimat Cangkul dulu baik-baik baru ditanami adalah sebuah verba.
Modifikasi internal adalah proses pembentukan kata dengan penambahan unsur-unsur (biasanya berupa vokal) ke dalam morfem yang berkerangka tetap (biasanya berupa konsonan). Misalnya, dalam bahasa Arab morfem dasar dengan kerangka k-t-b ’tulis’.
· katab ’dia laki-laki menulis’
· maktub ’sudah ditulis’
· maktaba ’toko buku’
Ada sejenis modifikasi internal yang disebut suplesi. Dalam proses suplesi perubahannya sangat ekstrem karena ciri-ciri bentuk dasar hampir atau tidak tampak lagi. Misalnya, kata Inggris go yang menjadi went ; atau verba be manjadi was atau were .
e. Pemendekan
Pemendekan adalah proses penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan leksem sehingga menjadi sebuah bentuk singkat, tertapi maknanya tetap sama. Misalnya, bentuk lab (utuhnya laboratorium), hlm (halaman), dan SD (Sekolah Dasar). Pemendekan ini mengahsilkan singkatan. Selain singkatan, ada akronim, yaitu hasil pemendekan yang berupa kata atau dapat dilafalkan sebagai kata. Misalnya, ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), inpres (instruksi presiden), dan wagub (wakil gurbernur).
4. Morfofonemik
Morfofonemik, disebut juga morfonemik, morfofonologi, atau morfonologi, adalah peristiwa berubahnya wujud morfemis dalam suatu proses morfologi. Misalnya, prefiks me- berubah menjadi mem-, men-, meny-, meng- dan menge-. Perubahan fonem dalam proses morfofonemik dapat berwujud:
· Pemunculan fonem : me- + baca → membaca
· Pelesapan fonem : sejarah + -wan → sejarawan
· Peluluhan fonem : me- + sikat → menyikat
· Perubahan fonem : ber- + ajar → belajar
· Pergeseran fonem : ja.wab + an → ja.wa.ban
C. Contoh Morfem, Morf, Alomorf, dan kata
Morfem Alomorf Contoh ( pada kata )
ber- ber-
be-
bel- bertemu, berdoa
beternak, bekerja
belajar.
Malah morfem {me-} memiliki enam buah alomorf seperti tampak pada bagan
Morfem Alomorf Contoh (pada kata)
me- me-
mem-
men-
meny-
meng-
menge- Melihat, merawat
Membaca, membawa
Menduga, mendengar
Menyisir, menyusul
Menggali, mengebor
Mengecat, mengetik
Dapat dipahami bahwa morf berarti bentuk yang belum diketahui statusnya atau belum memiliki makna contohnya : {ber-},{me-},{-an}. Lalu morfem berarti bentuk yang sudah diketahui statusnya atau bermakna contohnya : {berjalan},{memakan},{makanan}.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, dkk. (2000). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia . Jakarta: Balai Pustaka.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta .
Chaer Abdul. (2011). Tatabahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Falah Zainal, S.Hud. (1996). Tatabahasa Indonesia. Yogyakarta: CV. Karyono.
Masnur Muslich. (2010). Tata Bentuk Bahasa Indonesia. Jakarta Timur: PT. Bumi Aksara.
https://id.m.wikipedia.org>wiki>Morfem (diunduh pada tanggal 27 September 2018)
https://www.kajianmakalah.com>2015/12 (diunduh pada tanggal 27 September 2018)
Komentar
Posting Komentar