Konsep Dasar Proses Morfologis (Makna Gramatikal)

Konsep Dasar Proses Morfologis (Makna Gramatikal)

Makna gramatikal baru “muncul” dalam suatu proses gramatika, baik proses morfologi, maupun proses sintaksis. Umpamanya, dalam proses prefiksasi ber-pada dasar dasi muncul makna gramatikal ‘memakai (dasi)’, dalam proses prefeiksasi me- pada dasar batu muncul makna gramatikal ‘menjadi seperti (batu)’, dan dalam proses komposisi dasar sate dengan dasar ayam menjadi bentuk sate ayam muncul makna gramatikal ‘sate yang bahannya daging (ayam). Sedangkan dalam proses komposisi dasar sate dan dasar padang muncul makna gramatikal ‘sate yang berasal dari (Padang). Makna Gramatikal mempunyai hubungan erat dengan komponen makna yang dimiliki oleh bentuk dasar yang terlibat dalam proses pembentukan kata. Maka kalau sate ayam memiliki makna gramatikal “sate yang berbahan daging ayam” karena akar ayam memiliki komponen makna [+bahan], dan kalau sate padang memiliki makna gramatikal’sate yang berasal dari (padang)’adalah karena padang memiliki komponen makna [+asal kedatangan] atau [+tempat].setiap makna gramatikal dari suatu proses morfologi akan menampakkan makna/bentuk dasarnya,seperti kita lihat pada gabungan sate ayam dan sate padang diatas.contoh lain,bentuk,berdasi makna gramatikalnya ‘memakai dasi’;berkuda makna gramatikalnya ‘mengendarai kuda’; dan bentuk berdiskusi makna gramatikalnya adalah ‘melakukan diskusi (Chaer, 2008:29).
Contoh:
      Makna gramatikal bentuk berdasi adalah ‘memakai dasi’
      Makna gramatikal berkuda adalam ‘mengendarai kuda’
      Makna gramatikal berdiskusi adalah ‘melakukan diskusi’
Setiap makna gramatikal dari suatu proses morfologi akan menampakkan makna/bentuk dasarnya(Chaer, 2008: 60).
 Proses Morfologi
Pada butir terdahulu, telah dibicarakan bahwa berdasarkan strukturnya, suatu kata dapat digolongkan atas dua macam, yaitu kata yang bermorfem tunggal atau monomorfermis dan kata yang bermorfem lebih dari satu atau polimorfemis. Suatu kata yang monomorfemis tidak akan mengalami peristiwa pembentukan sebelumnya sebab morfem itu merupakan satu-satunya unsur atau anggota kata. Bentuk pergi pada kalimat dia akan pergi ke sekolah adalah kata, dan kata itu terdiri atas satu morfem, yaitu morfem [pergi]. Dari morfem [pergi] menjadi kata pergi sama sekali tidak mengalami peristiwa pembentukan. Akan tetapi, ini berbeda dengan suatu kata yang polimorfemis. Morfem-morfem yang menjadi anggota kata ini mengalami peristiwa pembentukan sebelumnya. Peristiwa pembentukan ini biasanya disebut proses morfologi .
Proses morfologis adalah proses pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar melalui pembubuhan afiksasi, reduplikasi, komposisi, akronimisasi dan konversi Proses morfologis melibatkan komponen (1)bentuk dasar (2)alat pembentuk (3) makna gramatikal (4) hasil proses pembentukan(Chaer, 2008:25).
A. Ciri kata yang mengalami proses morfologis
Dalam bahasa Indonesia, bentuk dasar tidak selalu morfem tunggal, tetapi mungkin berupa morfem kompleks. Misalnya, bentuk dasar kata membelajarkanadalah belajar. Bentuk dasar bersusah payahadalah susah payah, dan bentuk dasar kata ketidakadilanadalah tidak adil. Bentuk-bentuk dasar itu terdiri atas dua morfem.
Dilihat dari wujudnya, bentuk dasar dapat berupa pokok kata bahkan kelompok kata. Misalnya, bentuk dasar kata menemukan, berjuang, dan berhubungan adalah pokok kata temu, juang, hubung :bentuk dasar kata mencangkul, perbaikan, dan disatukan adalah kata cangkul , baik dan satu; bentuk dasar kata mengesampingkan, ketidakmampuan dan dikemukakan adalah kelompok kata ke samping, tidak mampu dan ke muka.
Dengan demikian apabila ada suatu kata yang seolah-olah mengalami perubahan dari bentuk dasarnya, tetapi sma sekali tidak diikuti oleh penambahna atau perubahan arti, peristiwa ini tidak dapat dikatan sebagai hasil proses morfologis. Misalnya di samping kata semakin , terdapat juga kata semangkin (biasanya ragam bahasa pejabat), di samping kata sepedaterdapat juga kata sepedah,  di samping kata siku terdapat juga kata sikut, dab lain-lain. Penambahan [n] pada semakin, [h] pada sepeda dan [t] pada siku tidak diikuti oleh perubahan arti sebab itulah perubahan pada kata di atas tidak termasuk proses morfologis (Muslich, 2010:33).
B. Tahap pembentukan
Bentuk dasar dalam proses morfologi dapat berupa akar, dapat berupa bentuk polimorfemis atau bentuk turunan, dan dapat pula melalui bentuk perantara. Oleh karena itu, berdasarkan tahap prosesnya kita dapat membedakan adanya pembentukan setahap, bertahap, dan melalui bentuk perantara.
a. Tahap Pembentukan menjadi kalau bentukdasarnya berupa akar atau morfem dasar (baik bebas maupun terikat). Dalam proses afiksasi, misalnya, pengimbuhan prefiks me- pada bentuk dasar beli menjadi kata membeli; pada pengimbuhan prefiks ber- pada bentuk dasar air menjadi kata berair, dan pada pengimbuhan se- pada bentuk dasar kelas menjadi kata sekelas.

me- + beli = membeli
ber- + air = berair
se- + kelas = sekelas
pembentukan setahap dalam proses reduplikasi, misalnya dasar rumah + pengulangan (p) menjadi rumah-rumah; dasar kecil + pengulangan (p) menjadi kecil-kecil: dan dasar bangun + pengulangan (p) menjadi bangun-bangun
rumah + P = rumah-rumah
kecil + P = kecil-kecil
bangun + P = bangun-bangun
b. Pembentukan Bertahap
Bentuk dasar yang mengalami proses morfologi itu berupa bentuk polimorfemis yang sudah menjadi kata (baik kata berimbuhan, kata berulang, maupun kata gabung). Pembentukan bertahap ini menjadi pada dasar yang sudah merupakan hasil dari proses pembentukan sebelumnya, misalnya:
Kata berpakaian dibentuk dengan mengimbuhkanprefiks ber- pada dasar pakaian (yang terlebih dahulu terbentuk dari proses pengimbuhan sufiks –an pada dasar pakai)
ber- + (pakai + an) = berpakaian
Dalam kata berpakaian di atas didukung oleh makna gramatikal kata berpakaian yang berarti ‘ memakai pakaian’. Jadi, jelas prefiks ber- diimbuhkan setelah sufiks –an diimbuhkan pada akar pakai. Contoh lain, pembentukan bertahap terjadi pada kata memberlakukan. Mula-mula akar laku diberi prefiks ber- menjadi kata berlaku yang menjadi tahap pembentukan tahap kedua diimbuhkan sufiks –kan menjadi pangkal berlakukan; selanjutnya pada pangkal berlakukan diimbuhkan prefiks me- inflektif sehingga menjadi memberlakukan.
Pembentukan yang dimulai dengan proses afiksasi dilanjutkan dengan proses reduplikasi, misalnya, terjadi pada pembentukan kata berlari-larian. Mula- mula pada akar lari diberi konfiks ber- an menjadi berlarian; sesudah itu kata berlarian diberi proses reduplikasi menjadi berlari-larian.
lari + be-an = berlarian + reduplikasi  =  berlari-larian
Pembentukan kata yang dimulai dengan proses komposisi dilanjutkan dengan proses komposisi lagi, misalnya terjadi dalam pembentukan kata kereta api ekspres. Mula-mula akar kereta digabungkan dengan akar api menjadi bentuk kereta api, setelah itu digabungkan pula dengan akar ekspres sehingga menjadi kereta api ekspres.
kereta + api  =  kereta api + ekspres = kereta api ekspres
Pembentukan kata yang dimulai dengan proses komposisi dilanjutkan dengan proses afiksasi, misalnya, dalam proses terjadinya kata berjual beli. Mula-mula pada akar jual di gabungkan akar beli sehingga menjadi jual beli. Sesudah itu dilanjutkan dengan pengimbuhan prefiks ber- sehingga menjadi berjual beli.
jual + beli  =  jual beli + ber  =  berjual beli
c. Pembentukan kata yang prosesnya melalui bentuk kata perantara
Adalah seperti terjadi dalam proses pembentukan kata pengajar. Secara kasat mata bentuk pengajar tampaknya dibentuk dari dasar berupa akar ajar yang diberi proses prefiksasi pe-. Namun sebenarnya prose situ terjadi melalui bentuk kata mengajar sebab makna gramatikal pengajar adalah ‘yang mengajar’. Seperti dikatakan Kridalaksana (1989) bahwa proses pembentukan nomina terjadi setelah pembentukan verba. Jadi, proses pembentukan nomina pengajar setelah terjadi pembentukan verba mengajar, proses pembentukan nomina pelajar terjadi setelah proses pembentukan verba belajar ini tampak dari makna gramatikal pelajar yaitu ‘yang belajar’. Sedangkan kata perbaikan dibentuk dari akar baik dengan konfiks per- an melalui verba memperbaiki. Makna gramatikalnya adalah hal atau proses memperbaiki(Chaer, 2008:31-36)..
mengajar   pengajar, pengajaran
ajar
belajar pelajar, pelajaran
 Pembentukan Kata di Luar Proses Morfologis
Proses morfologis mencatat hal-hal deskriptif dalam pembentukan kata-kata (baru). Di luar itu masih ada pembentukan kata-kata baru dengan oroses lain, yang dimaksud adalah (1)Akronim, (2)Abreviasi, (3)akronim, (4)Kontraksi, (5)kliping, (6)afiksasi pungutan.
Menurut Masnur Ada enam pembentukan kata di luar proses morfologis, antara lain:
a.  Akronim
Kependekan yang berupa gabungan huruf atau suku kata atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai kata yang wajar. Misalnya: mayjen singkatan dari mayor jendral, rudal singkatan dari peluru kendali, dan sidak singkatan dari inspeksi mendadak.
b.      Abreviasi
Abreviasi adalah apa yang sehari hari disebut ‘singkatan’ (Sudaryanto, 1983:230). Yang diambil biasanya huruf terdepan: misalnya ABC (Anggota Bromo Corah), PPP (Partai Persatuan Pembangunan), ABRI, IKIP, EGP, dll. Pengucapannya ada yang dibaca sebagai huruf abjad, misalnya FKP (ef-ka-pe); ada yang tidak, misalnya PPP (pe-tiga); dan ybs (diucapkan ‘yang bersangkutan’)
c.       Abreviasi-akronim
Gabungan antara akronim dengan abreviasi. Misalnya, Polri (Polisi Republik Indonesia), pemilu (Pemilihan umum), dan sebagainya.
d.      Kontraksi
Pengerutan, misalnya begitu (bagai itu), begini (bagai ini) (Sudaryanto, 1983:232). Dalam bahasa Jawa,kita temukan ning (nanging); kawit diabreviakronimkan menjadi kit; mau kae menjadi mengke
e.       Kliping
Pengambilan suku khusus dalam kata yang selanjutnya dianggap sebagai kata baru (Samsuri, 1983:130). Misalnya, influenza menjadi flu; purnawirawan menjadi pur saja, professional menjadi prof saja. (istilah bahasa tertentu)

f.       Afiksasi pungutan
Afiksasi dari hasil pungutan bahasa asing.
Contoh:{anti-} (antikomunis, antikekerasan), {non-} (nonformal, non-Amerika, non-pemerintah), {antar-} {antardaerah, antarsiswa), {swa} (swasembada, swadaya, swalayan), dll.
Dalam proses lebih lanjut, jika sudah tidak terasa keasingannya, ia masuk sebagai keluarga afiks bahasa Indonesia. Misalnya, -wan, -wati, -isme, -isasi yang amat produkti; dan karenanya, tidak terasa lagi bahwa afiks-afiks tersebut sebenarnya hasil pungutan dari bahasa asing (Muslich, 2010:36).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Morfologi dan Ilmu Kebahasaan lain, Unsur (Kontruksi Kata)

Jenis Morfem Berdasarkan Jumlah Fonem Yang Menjadi Unsurnya

Proses pengulangan kata atau reduplikasi dan komposisi