Identifikasi Morfem (Jenis Morfem)
Identifikasi Morfem (Jenis Morfem)
Bahasa merupakan komposit antara bentuk dan makna. Oleh karena itu,untuk menetapkan sebuah bentuk adalah morfem atau bukan didasarkan pada kriteria bentuk dan makna itu. Hal-hal berikut dapat dipedomani untuk menentukan morfem dan bukan morfem itu diantaranya:
1. Dua bentuk yang sama atau lebih memiliki makna yang sama merupakan sebuah morfem. Umpamanya kata bulan pada ketiiga kalimat berikut adalah sebuah morfem yang sama.
• Bulan depan kita akan menikah.
• Sudah tiga bulan dia belum bayar uang SPP.
• Bulan November lamanya 30 hari.
2. Dua bentuk yang sama atau lebih bila memiliki makna yang berbeda merupakan dua morfem yang berbeda. Misalnya, kata bunga pada kedua kalimat berikut adalah dua buah morfem yang berbeda.
• Bank Indonesia memberi bunga 5% per tahun.
• Dia datang membawa seikat bunga.
3. Dua buah bentuk yang berbeda, tetapi memiliki makna yang sama, merupakan dua morfem yang berbeda. Umpamanya, kata Ayah dan kata Bapak pada kedua kalimat berikut adalah dua morfem yang berbeda.
• Ayah pergi ke Medan.
• Bapak baru pulang dari Medan.
Jenis Morfem
Dalam kajian Morfologi dibedakan adanya beberapa morfem diantaranya jenis-jenis morfem yaitu:
1.) Berdasarkan kebebasannya untuk dapat digunakan langsung dalam pertuturan dibedakan adanya morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas adalah morfem yang tanpa keterkaitannya dengan morfem lain. Misalnya, morfem {pulang}, {merah}, dan {pergi}. Morfem bebas ini tentunya berupa morfem dasar. Sedangkan morfem terikat adalah morfem yang harus terlebih dahulu bergabung dengan morfem lain untuk dapat digunakan dalam petuturan. Dalam hal ini semua afiks dalam bahasa Indonesia termasuk morfem terikat. Di samping itu banyak juga morfem terikat yang berupa morfem dasar, seperti {henti}, {juang}, dan {geletak}. Untuk dapat digunakan ketiga morfem ini harus terlebih dahulu diberi afiks atau digabung dengan morfem lain. Misalnya {juang} menjadi berjuang, pejuang, dan daya juang; henti harus digabung dulu dengan afiks tertentu seperti menjadi berhenti, perhentian, dan menghentikan; dan geletak harus diberi imbuhan dulu, misalnya menjadi tergeletak, dan menggeletak. Adanya morfem bebas dan terikat dapat dibagankan menjadi.
2.) Berdasarkan keutuhan bentuknya dibedakan adanya morfem utuh dan morfem terbagi. Morfem utuh secara fisik merupakan satu-kesatuan yang utuh. Semua morfem dasar, baik bebas, terikat, serta prefiks, infiks, sufiks termasuk morfem utuh. Sedangkan yang dimaksud morfem terbagi adalah morfem yang fisiknya terbagi atau disisipi morfem lain. Karenanya semua konfiks (seperti pe-an, ke-an, dan per-an) adalah termasuk morfem terbagi.
3.) Berdasarkan kemungkinan menjadi dasar dalam pembentukan kata, dibedakan morfem dasar dan morfem afiks. Morfem dasar adalah morfem yang dapat menjadi dasar dalam suatu proses morfologi. Misalnya, morfem {beli}, {makan}, dan {merah}. Namun, perlu dicatat bentuk dasar yang termasuk dalam kategori preposisi dan konjungsi tidak pernah mengalami proses afiksasi. Sedangkan yang dimaksud morfem afikks adalah morfem yang tidak dapat menjadi dasar, melainkan hnaya sebagai pembentuk. Misalnya, morfem {me}, {-kan}, dan {pe-an}. Berdasarkan pembagian ini, maka dapat dibuat bagan.
4.) Berdasarkan jenis fonem yang membentuknya membedakan adanya morfem segmental dan morfem suprasegmental atau morfem non segmental. Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk fonem-fonem segmental, yakni morfem yang berupa bunyi dan dapat disegmentasikan. Misalnya morfem {lihat}, {ter-}, {sikat}, dan {-lah}. Sedangkan morfem suprasegmental adalah morfem yang terbentuk dari nada, tekanan, durasi, dan intonasi. Dalam bahasa Indonesia tidak ditemukan morfem suprasegmental ini; tetapi dalam bahasa Cina, Thai, dan Burma morfem tersebut kita dapati (lebih jauh, untuk contoh lihat Chaer 2003).
5.) Berdasarkan kehadirannya secara konkret dibedakan adanya morfem wujud dan morfem tanwujud. Morfem wujud adalah morfem yang secara nyata ada, tetapi yang tanwujud kehadirannya tidak nyata. Morfem tanwujud ini tidak ada dalam bahasa Indonesia, tetapi ada dalam bahasa Inggris (lihat contoh pada Chaer 2003).
6.) Berdasarkan ciri semantik dibedakan adanya morfem bermakna leksikal dan morfem tak bermakna leksikal. Sebuah morfem disebut makna leksikal karena di dalam dirinya secara inheren telah memiliki makna. Semua morfem dasar bebas, seperti {makan}, {pulang}, dan {pergi} termasuk morfem bermakna leksikal. Sebaliknya, morfem afiks seperti {ber-}, {ke}, dan {ter-} termasuk morfem tak bermakna leksikal. Kalau morfem bermakna leksikal dapat langsung menjadi unsur dalam pertuturan, maka morfem tidak bermakna leksikal tidak dapat.
Dikotomi morfem bermakna leksikal dan tidak bermakna leksikal ini, untuk bahasa Indonesia timbul masalah. Morfem-morfem seperti {juang}, {henti}, dan {gaul} memiliki makna leksikal atau tidak. Kalau dikatakan memiliki makna leksikal, pada kenyataannya morfem-morfem itu belum dapat digunakan dalam pertuturan sebelum mengalami proses morfologi. Kalau dikatakan tidak bermakna leksikal, pada kenyataannya morfem-morfem tersebut bukan afiks.
Dalam hal ini barangkali perlu dibedakan antara konsep atau kategori gramatikal dengan kategori semantik. Secara gramatikal bentuk-bentuk tersebut memang tidak dapat langsung digunakan dalam sebuah pertuturan. Namun, secara semantik bentuk-bentuk tersebut tetap memiliki makna leksikal.
Ada satu masalah lagi berkenaan dengan morfem bermakna leksikal ini, yaitu morfem-morfem yang berkategori gramatikal sebagai preposisi dan konjungsi. Banyak pakar (seperti Keraf 1986 dan Parera 1988) yang menyatakan bahwa kelas-kelas preposisi dan konjungsi tidak memiliki makna leksikal, dan hanya mempunyai fungsi gramatikal. Sebenarnya sebagai morfem dasar, dan bukan afiks, semua morfem preposisi dan konjungsi memiliki makna leksikal. Namun, kebebasannya dalam pertuturan memang terbatas. Meskipun keterbatasannya tidak seketat morfem afiks. Dalam morfologi morfem-morfem yang termasuk preposisi dan konjungsi memiliki kebebasan seperti morfem bebas lainnya; hanya secara sintaksis keduanya terikat pada satuan sintaksisnya.
A. Morfem Dasar, Bentuk Dasar, Pangkal (Step), Akar, dan Leksem
Morfem dasar, bentuk dasar (lebih lazim dasar (base) saja, pangkal (stem), akar dan leksem adalah lima istilah yang lazim digunakan dalam kajian morfologi. Namun, seringkali digunakan secara kurang cermat, malah sering kali berbeda.
Istilah morfem dasar biasanya digunakan sebagai dikotomi dengan morfem afiks. Jadi, bentuk-bentuk seperti {beli}, {juang}, dan {kucing} adalah morfem dasar. Morfem dasar ini ada yang termasuk morfem bebas seperti {beli}, {kucing}, dan {pulang}; tetapi ada pula yang termasuk morfem terikat, seperti {juang}, {henti}, dan {tempur}. Sedangkan morfem afiks seperti {ber-}, {di-}, dan {-an} jelas semuanya termasuk morfem terikat. Lihat bagan berikut!
Morfem
Sebuah morfem dasar dapat menjadi bentuk dasar atau dasar (base) dalam suatu morfologi. Artinya, dapat diberi afiks tertentu dalam proses afiksasi, dapat diulang dalam proses reduplikasi, atau dapat digabung dengan morfem yang lain dalam suatu proses komposisi atau pemajemukan.
Istilah bentuk dasar atau dasar(base) biasanya digunakan untuk menyebut sebuah bentuk yang menjadi dasardalam suatu proses morfologi. Bentuk dasar ini dapat berupa morfem tunggal, tetapi dapat juga berupa gabungan morfem. Umpamanya pada kata berbicara yang terdiri dari morfem {ber-} dan morfem {bicara}; maka morfem {bicara} adalah menjadi bentuk dasar dari kata berbicara itu, yang kebetulan juga berupa morfem dasar. Pada kata dimengerti bentuk dasarnya adalah mengerti, dan pada kata keanekaragaman bentuk dasarnya adalah aneka ragam. Pada bentuk reduplikasi rumah-rumah bentuk dasarnya adalah rumah, pada bentuk reduplikasi berlari-lari bentuk dasarnya berlari, dan pada bentuk reduplikasi kemerah-merahan bentuk dasarnya adalah kemerahan. Lalu, pada komposisi sate ayam bentuk dasarnya adalah sate, pada komposisi ayam betina bentuk dasarnya adalah ayam, dan pada komposisi pasar induk bentuk dasarnya adalah pasar. Jadi, suatu proses morfologi wujudnya dapat berupa morfem tunggal, dapatjuga berupa bentuk polimorfemis.
Istilah pangkal atau stem digunakan untuk menyebut bentuk dasar dalam proses pembentukan kata inflektif, atau pembukuan afiks inflekstif. Hal ini terutama terjadi pada bahasa-bahasa fleksi, seperti bahasa arab, bahasa itali, bahasa jerman, dan bahasa prancis. Dalam bahasa Indonesia proses penbemtukan kata inflekstif hanya terjadi pada proses pembentukan verba transitif, yakni verba yang berfrefiks me- (yang dapat diganti dengan di-, prefiks ter-, dan prefiks zero). Misalnya, pada kata membeli pangkalnya adalah beli, pada kata mendaratkan pangkalnya adalah daratkan, dan pada kata menangisi, pangkalnya adalah bentuk tangisi.
Istilah akar (root) digunakan untuk menyebut bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih jauh lagi. Artinya, akar adalah bentuk yang tersisa setelah semu afiksnya ditinggalkan. Misalkan pada kata memberlakukan setelah semua afiksnya ditinggalkan (yaitu prefiks me-, prefiks ber-, dan sufiks –kan) dengan cara tertentu, maka yang tersisa adalah akar laku. Akar laku ini tidak dapat dianalisis lebih jauh lagi tanpa merusak makna akar tersebut. Contoh lain, kata keberterimaan kalau semua afiksnya di tinggalkan akan tersisa akarnya yaitu bentuk terima. Bentuk terima ini pun tidak dapat di analisis lebih jauh lagi.
Istilah leksem adalah digunakan dalam dua bidang kajian linguistik, yaitu bidang morfologi dan bidang semantik. Dalam kajian morfologi, leksem digunakan untuk mewadahi konsep “bentuk yang akan menjadi kata” melalui proses morfologi. Umpamanya bentuk PUKUL (dalam konfensi ‘morfologi’ leksem ditulis dengan huruf kapital semua) adalah sebuah leksem yang akan menurunkan kata-kata yang seperti memukul, dipukul, terpukul, pukul, pukulan, pemukul, dan pemukulan. Sedangkan dalam kajian semantik leksem adalah satuan bahasa yang memiliki sebuah makna. Jadi, bentuk-bentuk seperti kucing, membaca, matahari, membanting tulang, dan sumpah serapah adalah leksem.
Dari bentuk leksem ada bentuk-bentuk turunannya, yaitu leksikon, leksiskal, leksikologi, dan leksikografi. Istilah leksikon dalam arti ‘kumpulan leksem dapat dipadankan dengan istilah kosa kata atau perbendaharaan kata.
B. Morfem Afiks
Sudah disebutkan di atas bahwa morfem afiks adalah morfem yang tidak dapat menjadi dasar dalam pembentukan kata, tetapi hanya menjadi unsur pembentuk dalam proses afiksasi. Dalam bahasa Indonesia dibedakan adanya morfem afiks yang disebut:
1.) Prefiks, yaitu afiks yang dibubuhkan dikiri bentuk dasar, yaitu prefiks ber-, prefiks me-, prefiks per-, prefiks di-, prefiks ter-, prefiks se-, dan prefiks ke-
2.) Infiks,yaitu afiks yang dibubuhkan di tengah kata,biasanya pada suku awal kata, yaitu infiks –el-, infiks –em-, dan infiks –er-
3.) Sufiks, adalah afiks yang dibubuhkan di kanan bentuk dasar,yaitu sufiks –kan, sufiks –i, sufiks –an, dan sufiks –nya.
4.) Konfiks, yaitu afiks yang dibubuhkan di kiri dan di kanan bentuk dasar secara bersamaan karena konfiks ini merupakan satu kesatuan afiks. Konfiks yang ada dalam bahasa Indonesia adalah konfiks ke-an, konfiks ber-an, konfiks pe-an, konfiks per-an, dan konfiks se-nya.
5.) Dalam bahasa Indonesia ada bentuk kata yang berklofiks,yaitu kata yang dibubuhi afiks pada kiri dan kanannya; tetapi pembubuhannya itu tidak sekaligus, melainkan bertahap. Kata-kata berklofiks dalam bahasa Indonesia adalah yang berbentuk me-kan, me-i, memper, memper-kan, memper-i, ber-kan, di-kan, di-i, diper-, diper-kan, diper-i,ter-kan, ter-i, ter-per, teper-kan, teper-i.
6.) Dalam ragam nonbaku ada afiks nasal yang direalisasikan dengan nasal m-, n-, ny-,ng-, dan nge-. Kridalaksana (1989) menyebut afiks nasal ini dengan istilah silmufiks. Contoh: nulis, nyisir, ngambil, dan ngecat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia. Jakarta: PT RINEKA CIPTA
2. Kridalaksana, Harimurti. 2007. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
3. Mulyono, Iyo. 2013. Ilmu Bahasa Indonesia Morfologi. Bandung: CV YRAMA WIDYA
4. http://yayuhidayah.blogspot.com/2015/10/makalah-morfem-unm-2015.htm?m=1
5. http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://eprints.ums.ac.id/46495/5/BAB%2520I.pdf&ved=2ahUKEwi_v9Cwg9jdAhWGul8KHeBADp8QFjAEegQIABAB&usg=AOvVaw0pmQMI8QauLLBUnAbhDoKs
Bahasa merupakan komposit antara bentuk dan makna. Oleh karena itu,untuk menetapkan sebuah bentuk adalah morfem atau bukan didasarkan pada kriteria bentuk dan makna itu. Hal-hal berikut dapat dipedomani untuk menentukan morfem dan bukan morfem itu diantaranya:
1. Dua bentuk yang sama atau lebih memiliki makna yang sama merupakan sebuah morfem. Umpamanya kata bulan pada ketiiga kalimat berikut adalah sebuah morfem yang sama.
• Bulan depan kita akan menikah.
• Sudah tiga bulan dia belum bayar uang SPP.
• Bulan November lamanya 30 hari.
2. Dua bentuk yang sama atau lebih bila memiliki makna yang berbeda merupakan dua morfem yang berbeda. Misalnya, kata bunga pada kedua kalimat berikut adalah dua buah morfem yang berbeda.
• Bank Indonesia memberi bunga 5% per tahun.
• Dia datang membawa seikat bunga.
3. Dua buah bentuk yang berbeda, tetapi memiliki makna yang sama, merupakan dua morfem yang berbeda. Umpamanya, kata Ayah dan kata Bapak pada kedua kalimat berikut adalah dua morfem yang berbeda.
• Ayah pergi ke Medan.
• Bapak baru pulang dari Medan.
Jenis Morfem
Dalam kajian Morfologi dibedakan adanya beberapa morfem diantaranya jenis-jenis morfem yaitu:
1.) Berdasarkan kebebasannya untuk dapat digunakan langsung dalam pertuturan dibedakan adanya morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas adalah morfem yang tanpa keterkaitannya dengan morfem lain. Misalnya, morfem {pulang}, {merah}, dan {pergi}. Morfem bebas ini tentunya berupa morfem dasar. Sedangkan morfem terikat adalah morfem yang harus terlebih dahulu bergabung dengan morfem lain untuk dapat digunakan dalam petuturan. Dalam hal ini semua afiks dalam bahasa Indonesia termasuk morfem terikat. Di samping itu banyak juga morfem terikat yang berupa morfem dasar, seperti {henti}, {juang}, dan {geletak}. Untuk dapat digunakan ketiga morfem ini harus terlebih dahulu diberi afiks atau digabung dengan morfem lain. Misalnya {juang} menjadi berjuang, pejuang, dan daya juang; henti harus digabung dulu dengan afiks tertentu seperti menjadi berhenti, perhentian, dan menghentikan; dan geletak harus diberi imbuhan dulu, misalnya menjadi tergeletak, dan menggeletak. Adanya morfem bebas dan terikat dapat dibagankan menjadi.
2.) Berdasarkan keutuhan bentuknya dibedakan adanya morfem utuh dan morfem terbagi. Morfem utuh secara fisik merupakan satu-kesatuan yang utuh. Semua morfem dasar, baik bebas, terikat, serta prefiks, infiks, sufiks termasuk morfem utuh. Sedangkan yang dimaksud morfem terbagi adalah morfem yang fisiknya terbagi atau disisipi morfem lain. Karenanya semua konfiks (seperti pe-an, ke-an, dan per-an) adalah termasuk morfem terbagi.
3.) Berdasarkan kemungkinan menjadi dasar dalam pembentukan kata, dibedakan morfem dasar dan morfem afiks. Morfem dasar adalah morfem yang dapat menjadi dasar dalam suatu proses morfologi. Misalnya, morfem {beli}, {makan}, dan {merah}. Namun, perlu dicatat bentuk dasar yang termasuk dalam kategori preposisi dan konjungsi tidak pernah mengalami proses afiksasi. Sedangkan yang dimaksud morfem afikks adalah morfem yang tidak dapat menjadi dasar, melainkan hnaya sebagai pembentuk. Misalnya, morfem {me}, {-kan}, dan {pe-an}. Berdasarkan pembagian ini, maka dapat dibuat bagan.
4.) Berdasarkan jenis fonem yang membentuknya membedakan adanya morfem segmental dan morfem suprasegmental atau morfem non segmental. Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk fonem-fonem segmental, yakni morfem yang berupa bunyi dan dapat disegmentasikan. Misalnya morfem {lihat}, {ter-}, {sikat}, dan {-lah}. Sedangkan morfem suprasegmental adalah morfem yang terbentuk dari nada, tekanan, durasi, dan intonasi. Dalam bahasa Indonesia tidak ditemukan morfem suprasegmental ini; tetapi dalam bahasa Cina, Thai, dan Burma morfem tersebut kita dapati (lebih jauh, untuk contoh lihat Chaer 2003).
5.) Berdasarkan kehadirannya secara konkret dibedakan adanya morfem wujud dan morfem tanwujud. Morfem wujud adalah morfem yang secara nyata ada, tetapi yang tanwujud kehadirannya tidak nyata. Morfem tanwujud ini tidak ada dalam bahasa Indonesia, tetapi ada dalam bahasa Inggris (lihat contoh pada Chaer 2003).
6.) Berdasarkan ciri semantik dibedakan adanya morfem bermakna leksikal dan morfem tak bermakna leksikal. Sebuah morfem disebut makna leksikal karena di dalam dirinya secara inheren telah memiliki makna. Semua morfem dasar bebas, seperti {makan}, {pulang}, dan {pergi} termasuk morfem bermakna leksikal. Sebaliknya, morfem afiks seperti {ber-}, {ke}, dan {ter-} termasuk morfem tak bermakna leksikal. Kalau morfem bermakna leksikal dapat langsung menjadi unsur dalam pertuturan, maka morfem tidak bermakna leksikal tidak dapat.
Dikotomi morfem bermakna leksikal dan tidak bermakna leksikal ini, untuk bahasa Indonesia timbul masalah. Morfem-morfem seperti {juang}, {henti}, dan {gaul} memiliki makna leksikal atau tidak. Kalau dikatakan memiliki makna leksikal, pada kenyataannya morfem-morfem itu belum dapat digunakan dalam pertuturan sebelum mengalami proses morfologi. Kalau dikatakan tidak bermakna leksikal, pada kenyataannya morfem-morfem tersebut bukan afiks.
Dalam hal ini barangkali perlu dibedakan antara konsep atau kategori gramatikal dengan kategori semantik. Secara gramatikal bentuk-bentuk tersebut memang tidak dapat langsung digunakan dalam sebuah pertuturan. Namun, secara semantik bentuk-bentuk tersebut tetap memiliki makna leksikal.
Ada satu masalah lagi berkenaan dengan morfem bermakna leksikal ini, yaitu morfem-morfem yang berkategori gramatikal sebagai preposisi dan konjungsi. Banyak pakar (seperti Keraf 1986 dan Parera 1988) yang menyatakan bahwa kelas-kelas preposisi dan konjungsi tidak memiliki makna leksikal, dan hanya mempunyai fungsi gramatikal. Sebenarnya sebagai morfem dasar, dan bukan afiks, semua morfem preposisi dan konjungsi memiliki makna leksikal. Namun, kebebasannya dalam pertuturan memang terbatas. Meskipun keterbatasannya tidak seketat morfem afiks. Dalam morfologi morfem-morfem yang termasuk preposisi dan konjungsi memiliki kebebasan seperti morfem bebas lainnya; hanya secara sintaksis keduanya terikat pada satuan sintaksisnya.
A. Morfem Dasar, Bentuk Dasar, Pangkal (Step), Akar, dan Leksem
Morfem dasar, bentuk dasar (lebih lazim dasar (base) saja, pangkal (stem), akar dan leksem adalah lima istilah yang lazim digunakan dalam kajian morfologi. Namun, seringkali digunakan secara kurang cermat, malah sering kali berbeda.
Istilah morfem dasar biasanya digunakan sebagai dikotomi dengan morfem afiks. Jadi, bentuk-bentuk seperti {beli}, {juang}, dan {kucing} adalah morfem dasar. Morfem dasar ini ada yang termasuk morfem bebas seperti {beli}, {kucing}, dan {pulang}; tetapi ada pula yang termasuk morfem terikat, seperti {juang}, {henti}, dan {tempur}. Sedangkan morfem afiks seperti {ber-}, {di-}, dan {-an} jelas semuanya termasuk morfem terikat. Lihat bagan berikut!
Morfem
Sebuah morfem dasar dapat menjadi bentuk dasar atau dasar (base) dalam suatu morfologi. Artinya, dapat diberi afiks tertentu dalam proses afiksasi, dapat diulang dalam proses reduplikasi, atau dapat digabung dengan morfem yang lain dalam suatu proses komposisi atau pemajemukan.
Istilah bentuk dasar atau dasar(base) biasanya digunakan untuk menyebut sebuah bentuk yang menjadi dasardalam suatu proses morfologi. Bentuk dasar ini dapat berupa morfem tunggal, tetapi dapat juga berupa gabungan morfem. Umpamanya pada kata berbicara yang terdiri dari morfem {ber-} dan morfem {bicara}; maka morfem {bicara} adalah menjadi bentuk dasar dari kata berbicara itu, yang kebetulan juga berupa morfem dasar. Pada kata dimengerti bentuk dasarnya adalah mengerti, dan pada kata keanekaragaman bentuk dasarnya adalah aneka ragam. Pada bentuk reduplikasi rumah-rumah bentuk dasarnya adalah rumah, pada bentuk reduplikasi berlari-lari bentuk dasarnya berlari, dan pada bentuk reduplikasi kemerah-merahan bentuk dasarnya adalah kemerahan. Lalu, pada komposisi sate ayam bentuk dasarnya adalah sate, pada komposisi ayam betina bentuk dasarnya adalah ayam, dan pada komposisi pasar induk bentuk dasarnya adalah pasar. Jadi, suatu proses morfologi wujudnya dapat berupa morfem tunggal, dapatjuga berupa bentuk polimorfemis.
Istilah pangkal atau stem digunakan untuk menyebut bentuk dasar dalam proses pembentukan kata inflektif, atau pembukuan afiks inflekstif. Hal ini terutama terjadi pada bahasa-bahasa fleksi, seperti bahasa arab, bahasa itali, bahasa jerman, dan bahasa prancis. Dalam bahasa Indonesia proses penbemtukan kata inflekstif hanya terjadi pada proses pembentukan verba transitif, yakni verba yang berfrefiks me- (yang dapat diganti dengan di-, prefiks ter-, dan prefiks zero). Misalnya, pada kata membeli pangkalnya adalah beli, pada kata mendaratkan pangkalnya adalah daratkan, dan pada kata menangisi, pangkalnya adalah bentuk tangisi.
Istilah akar (root) digunakan untuk menyebut bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih jauh lagi. Artinya, akar adalah bentuk yang tersisa setelah semu afiksnya ditinggalkan. Misalkan pada kata memberlakukan setelah semua afiksnya ditinggalkan (yaitu prefiks me-, prefiks ber-, dan sufiks –kan) dengan cara tertentu, maka yang tersisa adalah akar laku. Akar laku ini tidak dapat dianalisis lebih jauh lagi tanpa merusak makna akar tersebut. Contoh lain, kata keberterimaan kalau semua afiksnya di tinggalkan akan tersisa akarnya yaitu bentuk terima. Bentuk terima ini pun tidak dapat di analisis lebih jauh lagi.
Istilah leksem adalah digunakan dalam dua bidang kajian linguistik, yaitu bidang morfologi dan bidang semantik. Dalam kajian morfologi, leksem digunakan untuk mewadahi konsep “bentuk yang akan menjadi kata” melalui proses morfologi. Umpamanya bentuk PUKUL (dalam konfensi ‘morfologi’ leksem ditulis dengan huruf kapital semua) adalah sebuah leksem yang akan menurunkan kata-kata yang seperti memukul, dipukul, terpukul, pukul, pukulan, pemukul, dan pemukulan. Sedangkan dalam kajian semantik leksem adalah satuan bahasa yang memiliki sebuah makna. Jadi, bentuk-bentuk seperti kucing, membaca, matahari, membanting tulang, dan sumpah serapah adalah leksem.
Dari bentuk leksem ada bentuk-bentuk turunannya, yaitu leksikon, leksiskal, leksikologi, dan leksikografi. Istilah leksikon dalam arti ‘kumpulan leksem dapat dipadankan dengan istilah kosa kata atau perbendaharaan kata.
B. Morfem Afiks
Sudah disebutkan di atas bahwa morfem afiks adalah morfem yang tidak dapat menjadi dasar dalam pembentukan kata, tetapi hanya menjadi unsur pembentuk dalam proses afiksasi. Dalam bahasa Indonesia dibedakan adanya morfem afiks yang disebut:
1.) Prefiks, yaitu afiks yang dibubuhkan dikiri bentuk dasar, yaitu prefiks ber-, prefiks me-, prefiks per-, prefiks di-, prefiks ter-, prefiks se-, dan prefiks ke-
2.) Infiks,yaitu afiks yang dibubuhkan di tengah kata,biasanya pada suku awal kata, yaitu infiks –el-, infiks –em-, dan infiks –er-
3.) Sufiks, adalah afiks yang dibubuhkan di kanan bentuk dasar,yaitu sufiks –kan, sufiks –i, sufiks –an, dan sufiks –nya.
4.) Konfiks, yaitu afiks yang dibubuhkan di kiri dan di kanan bentuk dasar secara bersamaan karena konfiks ini merupakan satu kesatuan afiks. Konfiks yang ada dalam bahasa Indonesia adalah konfiks ke-an, konfiks ber-an, konfiks pe-an, konfiks per-an, dan konfiks se-nya.
5.) Dalam bahasa Indonesia ada bentuk kata yang berklofiks,yaitu kata yang dibubuhi afiks pada kiri dan kanannya; tetapi pembubuhannya itu tidak sekaligus, melainkan bertahap. Kata-kata berklofiks dalam bahasa Indonesia adalah yang berbentuk me-kan, me-i, memper, memper-kan, memper-i, ber-kan, di-kan, di-i, diper-, diper-kan, diper-i,ter-kan, ter-i, ter-per, teper-kan, teper-i.
6.) Dalam ragam nonbaku ada afiks nasal yang direalisasikan dengan nasal m-, n-, ny-,ng-, dan nge-. Kridalaksana (1989) menyebut afiks nasal ini dengan istilah silmufiks. Contoh: nulis, nyisir, ngambil, dan ngecat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia. Jakarta: PT RINEKA CIPTA
2. Kridalaksana, Harimurti. 2007. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
3. Mulyono, Iyo. 2013. Ilmu Bahasa Indonesia Morfologi. Bandung: CV YRAMA WIDYA
4. http://yayuhidayah.blogspot.com/2015/10/makalah-morfem-unm-2015.htm?m=1
5. http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://eprints.ums.ac.id/46495/5/BAB%2520I.pdf&ved=2ahUKEwi_v9Cwg9jdAhWGul8KHeBADp8QFjAEegQIABAB&usg=AOvVaw0pmQMI8QauLLBUnAbhDoKs
Komentar
Posting Komentar