Fungsi Morfem dan Perubahan Kata
Fungsi Morfem dan Perubahan Kata
A. Fungsi Morfem
Menurut Masnur Muslich dalam pembicaraan morfologi, fungsi fonem adalah kemampuan morfem untuk membentuk kelas-kelas kata tertentu. Dalam bahasa Indonesia, ada morfem-morfem yang dapat membentuk kelas kata baru (Muslich, 2010: 94-97).
Hal tersebut dapat terjadi karena adanya beberapa proses seperti di bawah ini:
1. Fungsi Morfem Imbuhan (Afiks)
Menurut Chaer (2015: 23) morfem afiks adalah morfem yang tidak dapat menjadi dasar dalam pembentukan kata, tetapi hanya menjadi unsur pembentuk dalam proses afiksasi. Dalam hal ini fungsi afiks atau imbuhan dibagi menjadi 3, yaitu:
a. Morfem imbuhan sebagai pembentuk kata benda
Adapun morfem imbuhan pembentuk kata benda ialah {peN-}, {per-}, {pe-}, {-an}, {-wan}, {ke-an}, {peN-an}, {per-an}, {-el-} .
Contoh :
Morfem Imbuhan Kata Dasar + Kelas Kata Hasil Bentukan + Kelas Kata
peN- Tulis (Kerja) Penulis (Benda)
per- Tapa (Kerja) Pertapa (Benda)
-an Makan (Kerja) Makanan (Benda)
wan- Olahraga (Kerja) Olahragawan (Benda)
per-an Atur (Kerja) Peraturan (Benda)
peN-an Beri (Kerja) Pemberian (Benda)
ke-an Abadi (Sifat) Keabadian (Benda)
Sumber tabel: Muslich, 2015: 95
b. Morfem imbuhan sebagai pembentuk kata kerja
Adapun morfem imbuhan pembentuk kata kerja ialah {meN-}, {ber-}, {di-}, {ter-}, {meN-kan}, {meN-i}, {di-kan}, {di-i}. {ter-kan}.
Contoh:
Morfem Imbuhan Kata Dasar + Kelas Kata Hasil Bentukan + Kelas Kata
ber- Layar (Benda) Berlayar (Kerja)
meN- Putih (Sifat) Memutih (Kerja)
ter- Gunting (Benda) Tergunting (Kerja)
ter-i Ludah (Benda) Terludahi (Kerja)
di-kan Besar (Sifat) Dibesarkan (Kerja)
di- Gunting (Benda) Digunting (Kerja)
meN-kan Tinggi (Sifat) Meninggikan (Kerja)
Sumber tabel: Muslich, 2015: 96
c. Morfem imbuhan sebagai pembentuk kata sifat
Adapun morfem imbuhan pembentuk kata sifat ialah {meN-}, {ber-}, {ter-}, {peN-}, {ke-an}, {-em-}.
Contoh:
Morfem Imbuhan Kata Dasar + Kelas Kata Hasil Bentukan + Kelas Kata
ber- Satu (Benda) Bersatu (Sifat)
meN- Kantuk (Benda) Mengantuk (Sifat)
-em- Getar (Benda) Gemetar (Sifat)
ter- Ikat (Kerja) Terikat (Sifat)
peN- Malu (Sifat) Pemalu (Sifat)
ke-an Girang (Sifat) Kegirangan (Sifat)
Sumber tabel: Muslich, 2015: 97
2. Fungsi Morfem Ulang (Reduplikasi)
Reduplikasi atau pengulangan adalah bentuk satuan kebahasaan merupakan gejala yang terdapat dalam banyak bahasa di dunia ini. Reduplikasi morfologi dapat terjadi pada bentuk dasar yang berupa akar, berupa bentuk berafiks dan berupa bentuk komposisi. Prosesnya dapat berupa pengulangan utuh, pengulangan berubah bunyi, dan pengulangan sebagian (Chaer, 2015: 178-181).
Dalam bahasa Moru (Papua Nugini) terdapat kata:
Tau ‘orang laki-laki’ reduplikasi Tatau ‘banyak orang laki-laki’ Sb
Mero ‘anak laki-laki’ reduplikasi Memero ‘banyak anak laki-laki’ Sb
Mero-mero ‘anak laki-laki kecil’ Ut
Fungsi morfem ulang dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Morfem ulang sebagai pembentuk kata benda
Contohnya:
- Tulis Tulis-menulis
(Kt. Kerja) (Kt. Benda)
- Potret Potret-memotret
(Kt. Kerja) (Kt. Benda)
b. Morfem ulang sebagai pembentuk kata tugas
Contoh:
- Cepat Cepat-cepat ‘dengan segera sekali’
(Kt. Sifat) (Kt. Kerja)
“Melihat ibu pulang, Ani cepat-cepat membereskan mainannya”
- Jauh Jauh-jauh ‘jangan mendekat’
(Kt. Sifat) (Kt. Kerja)
3. Fungsi Morfem Konstruksi Majemuk (Komposisi)
Komposisi adalah proses penggabungan dasar dengan dasar (biasanya berupa akar maupun bentuk imbuhan) untuk mewadahi suatu “konsep” yang belum tertampung dalam sebuah kata. Misalnya dalam bahasa Indonesia kita sudah memiliki kosa kata ‘merah’ yaitu salah satu jenis warna. Tetapi, dalam kehidupan sehari-hari kita tidak hanya menemukan satu warna merah. Ada warna merah seperti darah, ada warna merah seperti buah jambu air, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, terdapat komposisi atau pemajemukan untuk membedakan setiap maknanya, misalnya, merah jambu, merah darah, merah delima, dan lain-lain (Chaer, 2015: 209).
Contoh:
Kata Dasar + Kata dasar Komposisi
Darah (N) Daging (N) Darah daging (Kt. Benda)
Suami (N) Istri (N) Suami istri (Kt. Benda)
Anak (N) Cucu (N) Anak cucu (Kt. Benda)
Kambing (N) Hitam (Adj) Kambing hitam (Kt. Benda)
Sumber tabel: Muslich, 2015: 98
Jika dilihat dari segi makna, komposisi memiliki arti tersendiri dari gabungan dua kata dasar yang berbeda tersebut. Makna dilihat secara gramatikal, bukan lagi leksikal.
Darah daging
Suami istri
Anak cucu
B. Perubahan Bentuk Kata
Perubahan bentuk kata pada umumnya terjadi karena adanya pertumbuhan dalam bahasa sehingga dapat terjadinya perubahan pada beberapa kata kata asli. Perubahan-perubahan bentuk kata dalam bahasa sangat lazim disebut sebagai gejala bahasa. Dalam bukunya Chaer (2015), Badudu (1981: 47) pada bukunya yang berjudul Pelik-Pelik Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa gejala bahasa merupakan peristiwa yang menyangkut bentukan-bentukan kata atau kalimat dengan segala macam proses pembentukannya (Chaer, 2015:101).
Terdapat beberapa macam gejala bahasa, yakni sebagai berikut.
1. Analogi
Analogi merupakan suatu bentukan bahasa dengan meniru kata yang sudah ada. Misalnya pada kata pemuda-pemudi, mahasiswa-mahasiswi. Kedua bentuk kata tersebut terdapat perbedaan fonem, yaitu fonem /a/ dan /i/ pada akhir kata. Perbedaan fonem itu berpengaruh pada perbedaan makna. Fonem /a/ dan /i/ berfungsi menyatakan perbedaan jenis kelamin.
Selain pembentukan-pembentukan baru yang menyatakan perbedaan jenis kelamin, terdapat pula pembentukan baru yang dibentuk dari kata-kata asli seperti sosialisme, pancasilais yang dikutip dari Keraf, 1980: 133 (Chaer, 2015: 102).
2. Adaptasi
Adaptasi merupakan perubahan bunyi dan struktur bahasa asing menjadi bunyi dan struktur yang sesuai dengan penerimaan pendengaran dan juga ucapan lidah pada bangsa pemakai bahasa yang dimasukinya. Bahasa Indonesia selalu dipengaruhi oleh adanya bahasa asing. Bahasa asing tersebut akan mangalami penyesuaian atau adaptasi sehingga dapat diterima oleh bangsa pemakai bahasa yang dimasukinya.
Terdapat dua jenis adaptasi atau penyesuaian.
1) Adaptasi fonologis, adalah penyesuaian perubahan bunyi.
Misalnya:
o Kata dhahir (Arab) menjadi lahir.
o Kata kraton (Jawa) menjadi keraton.
Kata dhahir merupakan bahasa asing dari bahasa Arab dan lahir merupakan bahasa yang dimasukinya.
2) Adaptasi morfologis, adalah penyesuaian struktur bentuk kata.
Misalnya:
o Kata prahara (Sanskerta) menjadi perkara.
Kata prahara merupakan bahasa asing dari bahasa Sanskerta dan perkara merupakan bahasa yang dimasukinya.
3. Kontaminasi
Kontaminasi dapat diartikan sebagai kerancuan. Rancu berarti campur aduk atau kacau. Pencapuradukan dua unsur bahasa yang tidak wajar, dapat berupa pencapuran antara kata, frasa, imbuhan, atau kalimat.
Misalnya pada kata dinasionalisirkan, dipublisirkan.
Terdapat kerancuan pada akhiran kata tersebut. Baik akhiran {-ir} (Belanda) maupun akhiran {-kan} memiliki fungsi yang sama yaitu membentuk kata kerja. Dinasionalisirkan berasal dari tumpang tindih dua kata dinasionalisir dan dinasionalisasikan. Peristiwa tersebut dinamakan kontaminasi bentukan kata.
4. Hiperkorek
Hiperkorek merupakan proses membetulkan bentuk yang sudah betul kemudian malah menjadi salah atau tidak baku.
Misalnya:
o Fonem /s/ menjadi /sy/;
- Insaf menjadi insyaf
- Saraf menjadi syaraf
o Fonem /p/ menjadi /f/;
- Pasal menjadi fasal
- Paham menjadi faham
5. Varian
Gejala varian sering kita jumpai dalam ucapan pejabat pada Era Orde Baru. Vokal /a/ pada sufiks –kan menjadi /e/.
Misalnya:
o Diambilkan menjadi diambilken
o Membacakan menjadi membacaken
6. Asimilasi
Asimilasi berarti proses penyamaan atau penghampirsamaan bunyi yang tidak sama.
Misalnya:
o Alsalam > assalam > asalam
o Mertua > menua
7. Disimilasi
Disimilasi merupakan proses berubahnya dua buah fonem yang sama menjadi tidak sama.
Misalnya:
o Citta (Sanskerta) menjadi cipta
o Rapport (Belanda) menjadi lapor
8. Adisi
Adisi merupakan perubahan yang terjadi dalam suatu tuturan yang ditandai oleh penambahan fonem. Gejala adisi dapat dibedakan menjadi tiga:
1) Protesis, yaitu proses penambahan fonem pada awal kata.
o Lang menjadi elang
o Mas menjadi emas
2) Epentesis, yaitu proses penambahan fonem di tengah kata.
o Racana menjadi rencana
o Kapak menjadi kampak
3) Paragog, proses penambahan fonem pada akhir kata.
o Lamp menjadi lampu
o Adi menjadi adik
9. Reduksi
Reduksi merupakan peristiwa pengurangan fonem dalam satu kata. Gejala reduksi dapat dibedakan menjadi tiga:
1) Aferesia, yaitu proses penghilangan fonem pada awal kata.
o Telentang menjadi tentang
o Tetapi menjadi tapi
2) Sinkop, yaitu proses penghilangan fonem pada tengah kata.
o Sahaya menjadi saya
o Bahasa menjadi base
3) Apokop, yaitu proses penghilangan fonem pada akhir kata.
o Pelangit menjadi pelangi
o Import menjadi impor
10. Metatesis
Metatesis merupakan perubahan kata yang terjadi karena fonem-fonemnya bertukar tempat. Misalnya:
o Almari menjadi lemari
o Lebat menjadi tebal
11. Diftongisasi
Diftongisasi merupakan proses perubahan suatu monoftong menjadi diftong. Misalnya:
o Sodara menjadi saudara
o Pulo menjadi pulau
12. Monoftongisasi
Monoftongisasi merupakan proses perubahan suatu diftong menjadi monoftong. Misalnya:
o Bakau menjadi bako
o Tunai menjadi tune
13. Anaptiksis
Anaptiksis merupakan proses penambahan suatu bunyi dalam suatu kata guna melancarkan ucapannya. Misalnya:
o Putra menjadi putera
o Srigala menjadi serigala
14. Haplologi
Haplologi merupakan proses penghilangan suku kata yang ada di tengah-tengah kata. Misalnya:
o Budhidaya menjadi budaya
o Mahardhika menjadi merdek
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2015. Morfologi Bahasa Indonesia Pendekatan Proses. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Muslich, Masnur. 2008. Tata Bentuk Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Bumi Aksara
Komentar
Posting Komentar